Percakapan Menuju Tengah Malam


Ini merupakan kesekian kalinya saya menghabiskan malam dengan teman-teman kampus di salah satu warung kopi daerah Jakarta. Berawal dari niat untuk 'reuni' sambil mentertawakan kehidupan yang semakin hari semakin menunjukkan bahwa benar Tuhan itu 'maha asyik', kemudian aktivitas kami pun merambat ke suatu perbincangan tanpa alur. Percakapan kami mengalir begitu saja, menyentuh berbagai ranah yang bahkan tidak berkaitan dengan topik bahasan sebelumnya.


Kami bercerita banyak hal. Mulai dari mimpi, cita-cita, keluarga, ideologi bahkan cinta, yang ternyata jika ditarik garis merahnya, kehidupan cinta yang kami alami nyatanya sama: penuh komedi.


Sejujurnya, topik tentang ‘cinta’ merupakan hal paling sensitif bagi kami. Maklum, memasuki usia seperampat abad, semuanya terasa kian nyata, tapi rumit juga sih.


Konsep jatuh cinta tidak lagi sesederhana tentang dua orang yang saling mencintai. Tidak lagi seperti konsep yang kita tahu saat masih SD ataupun SMP. Banyak sekali ‘syarat’ yang secara tidak langsung harus kami penuhi agar hubungan tersebut punya harapan untuk berlanjut ke jenjang selanjutnya. Kalau kata orang-orang sih, “bibit, bebet, bobot“-nya juga harus diperhatikan. Mulai dari agama, suku, latar belakang keluarga, ekonomi, status sosial, pendidikan dan juga lainnya.


Deretan ‘persyaratan’ tadi masih belum termasuk dengan kriteria ideal dari diri kita masing-masing loh ya. Dan biasanya, semakin tinggi ‘jam terbang’ kita, maka semakin tinggi pula standar ideal yang kita tetapkan bagi calon pasangan.


Kami pun mulai menanyai satu sama lain tentang kriteria masing-masing. Ada yang mensyaratkan calonnya harus sedap dipandang, pinter, bagus agamanya, asik diajak diskusi dan lain-lain-lain. Semua berhak menetapkan standar mereka setinggi dan sesempurna mungkin, tapi kami lupa akan satu hal.


Bahwa tidak ada manusia yang sempurna.


Hingga akhirnya kami pun sepakat bahwa kami tidak perlu seseorang yang sempurna. Cukuplah seseorang yang akan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, yang kemauan belajarnya tidak akan surut seiring berjalannya waktu, yang semangatnya (sekalipun pernah padam) tetapi baranya akan tetap terjaga.

Komentar

Postingan Populer