UTARA
Aku adalah mata arah yang memantik mantik kebingungan, lalu lega karena
berhasil menemukan utara.
Kamu,
utara-ku.
Arah yang selalu aku tuju. Dalam gusar, dalam cemburu, dalam hilang.
Seberapapun usahamu membentang jarak, aku akan segera melipatnya, menggulungnya
habis, hingga aku dan kamu hanya berbatas udara selapis. Kosong. Hambar. Lalu
penuh lagi oleh rasa-rasaku yang tumpah ruah tidak karuan.
Kamu,
utara-ku.
Tempatku akan kembali seberapapun jauh aku telah berbalik pergi. Seperti maha
medan magnet. Seperti oase. Seperti apa adanya kamu yang tidak aku temukan di
arah yang lain. Barat terlalu ingin memiliki. Mengambil matahari untuk dia
dekap setiap malam, membiarkan dunia gelap dan nelangsa. Timur? Terlalu
sombong. Dia ingin menjadi yang paling terang saat memulai hari. Jumawa dengan
sinar keemasan dan suara burung parkit di kejauhan. Jangan berani bertanya
tentang selatan. Aku tidak menyukainya, terlalu hangat, terlalu menyerupaimu.
Hingga aku benci ketika rasa-rasanya aku bisa saja jatuh cinta padanya.
Kamu,
utara-ku.
Jalan pulangku.
Rumah tempat melepas lelah. Teman menyeduh kopi.
Ladang dimana tawa dan pelipur laraku akan bertumbuh hingga senja nanti.
Komentar
Posting Komentar